Sastra, Manusia, dan Kehidupan*
Sastra,
apa itu sastra? Sastra adalah suatu karya seni yang bermediakan bahasa. Suatu
definisi yang sangat mudah bila dijabarkan. Namun ada yang menjagal di pikiran
saya. Suatu malam, selesai saya membaca buku Perahu Kertas yang ditulis oleh Dewi Lestari saya berfikir apa
gunanya sastra? Sekarang saya masuk jurusan sastra dan selalu bersentuhan
dengan sastra lalu apakah langkah selanjutnya setelah sastra saya kuasai. Hal
yang menurut saya tidak perlu dijawab
tapi perlu direnungkan bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua manusia
yang sedang menjalani kehidupan.
Suatu pertanyaan yang semakin lama menjamur
menjadi pertanyaan yang utuh. Apa itu sastra dan apa gunanya sastra dalam
kehidupan, mengingat sekarang sudah menginjak zaman yang modern, bukan lagi
zaman yang dibanjiri oleh sastra lisan. Banyak bidang-bidang lain yang lebih
menjamin kehidupan dibanding sastra seperti teknik, sains, informatika, dan masih banyak lagi. Lalu bagaimana posisi sastra
dengan bidang-bidang lain yang lebih terjamin dan mungkin lebih menarik di
pandangan kaum mayoritas.
Setelah
saya berkontemplasi cukup lama ada hal-hal yang saya mengerti tentang sastra,
manusia, dan kehidupan. Kehidupan modern ini tidak akan pernah terbentuk tanpa
adanya sastra. Sastra banyak mengajarkan banyak hal, seperti kearifan lokal,
sikap hidup, cara pandang, dan kejujuran. Banyak kearifan lokal yang terlahir
karena sastra contohnya nyanyian kelonan (Lulaby) orang sunda yang berjudul Nimang. Dalam nyanyian kelonan tersebut
ada amanat yang tersimpan seperti sesudah dewasa kita harus membahagiakan ibu
dan ayah.
Tidak
hanya itu, permainan anak tardisional pun membentuk bangsa yang berkarakter.
Bisa kita lihat pada tradisi masyarakat (folklor) permainan anak seperti ucing-ucingan, ular tangga, dan sondakh. Dalam permainan tersebut
seorang anak akan mengerti bagaimana mengalah, berinteraksi terhadap teman
sepermainannya juga lingkungannya. Seorang anak akan aktif dan pintar bergaul
dan berfikir cepat. Berbeda dengan anak yang sering bermain game di komputer, mereka hanya
berinteraksi dengan komputer dan tidak membentuk suatu interaksi. Dia mungkin
lebih sulit atau lebih pasif ketika bergaul di banding seorang anak yang
terbiasa bermain permainan anak-anak. Inilah kelebihan sastra denga bidang
tekhnologi. Saya tidak bermaksud membandingkan keduanya. Tapi inilah contoh
nyata yang bisa saya ungkapkan,
Bukan
hanya itu, saya merasa miris ketika melihat, mendengarkan bahkan merasakan
bagaimana adanya diskriminasi antara pelajaran sastra dengan bidang lain.
Ketika saya masih menjadi siswa, pelajaran bahasa Indonesia hanya sebatas
menghafal, mengarang, kemudian ada di Ujian Nasional lalu setelah itu selesai.
Entah ada yang salah dalam pelajaran bahasa Indonesia ataukah seorang guru yang
tidak tahu caranya mengajar. Itu menyebabkan nilai Ujian Nasional menjadi lebih
buruk dibanding Bahasa Asing dan membuat seorang siswa tidak suka pelajaran Bahasa
Indonesia bahkan selama hidupnya.
Saya
berfikir, ada yang kurang dalam Bahasa Indonesia yaitu sastra. Ketika sastra
dan bahasa berjalan beriringan dan seimbang, maka itu akan membuat seorang
manusia menyukai keduanya. Seorang anak tidak akan lagi malas jika ada tugas
mengarang karena seorang anak akan berapresiasi dan mengerjakan hal-hal
positif, missal membaca, menulis puisi atau prosa bahkan berteater serta
membacakan puisi. Itu adalah hal yang lebih menarik di banding tawuran.
Sastra,
manusia dan kehidupan adalah sesuatu yang melekat pada diri kita. Selamat
bersastra, selamat berapresiasi !
*Judul esai sastra
untuk mengikuti lomba menulis flp
**Nama penulis esai dengan judul
Sastra, Manusia, dan Kehidupan.
catatan : esai ini menjadi juara kedua dalam lomba internal Kuliah Kepenulisan FLP Bandung tanggal 22 Januari 2012
waawwww
BalasHapuswawwwww :)
BalasHapuslumyan, cuma referensinya kurang. hehe. keep writing.
BalasHapusoke deh oni,,,,heuheu ,,:)
BalasHapus