Bersandar di Persimpangan Pelajar Perjuang
Perlahan,
kaca mobil Avanza terbuka. lelaki di dalam mobil tersebut melempar uang dan meleos pergi meninggalkan seorang bocah
laki-laki di tepi jalan. Bocah yang mengenakan baju biru belel itu tak mengucap
kata kasar, namun memberi gerak senyum yang ramah. “Makasih,
Pak,” teriaknya sambil memungut uang recehan yang terbaring di jalan.
Seorang
bocah lain yang beralaskan sandal jepit merah menghampiri, Ia membawa kemoceng
cokelat yang bulu-bulunya sedikit sudah rontok. “Ngasih sabaraha?” tanyanya sambil mengintip uang yang dikepalkan oleh
bocah berbaju biru belel. Tanpa memedulikan pertanyaan kawannya, Ia memasukan
uang ke dalam saku celana.
Lampu
merah kembali menyala di tengah petang, dengan bergegas sejumlah bocah di Jalan
Simpang Empat Pelajar Pejuang Bandung berlomba-lomba membidik mobil-mobil
mewah. Dua yang mereka harap: keramahan dan uang. Namun, Jari-jari tuan dan
nyonya di dalam mobil segera memberhentikan aktifitas mereka. Tanda tak memberi
izin mobilnya disentuh sapuan kemoceng.
Itu
bukan kali pertama, Ia diperlakukan seperti itu. Akmal, bocah umur sebelas
tahun dengan perawakan gemuk dan berambut cokelat alami selalu mempunyai cerita
yang berbeda-beda setiap harinya. “Malahan, saya pernah dimarahin, gara-gara bersihin
mobil, terus mobilnya ada goresan, padahal mobilnya udah ada garis-garis sebelum saya kasih kemoceng” gerutu Akmal
kepada Isolapos.
Akmal
mempunyai alasan tersendiri mengapa dirinya nekat membersihkan mobil lalu
meminta uang di jalan. Pada awalnya Akmal hanya iseng mengikuti teman-temannya
main ke jalan. Karena keisengannya itu, Ia mendapatkan uang Rp. 90. 000. “Teh,
lumayan uangnya bisa buat jajan,” tutur Akmal.
Akmal
kembali bercerita, setelah ibunya mengetahui penghasilan Akmal yang cukup
besar, akhirnya Ia diperbolehkan untuk ngamen di jalan. “Udah saya di kelas
empat, saya gak nerusin sekolah,” ujarnya. “Udah
aja saya jadi cari uang, biar cepet
kaya Teh,” katanya.
Sama
halnya dengan Akmal, Amat adik kandung Akmal yang berusia delapan tahun pun
ikut jejak kakaknya membersihkan mobil pengemudi. Jika hujan datang bukan
kemoceng yang mereka keluarkan. Namun, kain lap Kanebo. Jika cuaca cerah kemocenglah yang mereka pakai. “Lap Kanebo, biasanya suka dipinjemin sama ibu-ibu kios,” ucap Amat
sambil menunjukan kios yang berada dipinggir perapatan arah Jalan Buah Batu.
Menurut
Amat, yang terpenting untuk hidupnya sekarang adalah mencari uang dan cepat
kaya. Ia tak memedulikan apapun tak terkecuali kesehatanya. Jika hujan turun Ia
nekad hujan-hujanan bersama teman-temannya di jalan itu. “Mending ujan-ujanan sekalian, tapi kalo lagi gak
mau, langsung neduh aja di tempat lain,” kata Amat sambil memain-mainkan
bajunya yang kebesaran.
Peristiwa
itu tak pernah menjadi persoalan bagi Akmal. Meski dengan bermodalkan kemoceng,
Ia tak pernah berhenti untuk bermimpi. Setiap hari Ia bersama adiknya selalu
bergegas berjalan kaki dari rumahnya yang berada di belakang Bandung Super Mall
tepatnya di Jalan Male’er hingga ke Jalan Pelajar Pejuang. “Tiap hari harus cari uang biar kaya, terus
bisa ngeberangkatin haji buat mamah,” ucap Akmal sambil mngelus-ngelus
kemoceng cokelatnya. Ia tak peduli berapa banyak saingan anak jalanan yang
mencari uang di Simpang Empat Pelajar Pejuang.” Rejeki mah udah ada yang ngatur,
Teh” ujar Akmal.
Tak
mengherankan jikan sesama anak jalanan bersaing untuk mendapatkan uang. Data
yang diperoleh dari Dinas Sosial yang versi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Kota Bandung, jumlah anak jalan yang tersebar di tiap titik kota sebanyak 863.
Data tersebut diambil pada Oktober 2012.
Menurut
Ketua Seksi Pendidikan Remaja Sebaya Anak dan Remaja Dinas Sosial Kota Bandung,
Dewi Indra, anak jalanan yang ditangani oleh dinas sosial akan diberikan
pelatihan keterampilan praktik belajar kerja. “Misalnya pelatihan masak,
otomotif motor, menjahit,” ujarnya sambil tersenyum.
Namun,
hal yang disayangkan adalah kesulitan mengajak anak jalanan untuk mengikuti
program pemerintah, karena mental anak-anak sudah berorientasi pada uang dengan
cara meminta. “Jika mereka sudah mau mengikuti pelatihan saja, itu suatu
keberhasilan,”
Menurut
Psikolog Perkembangan Anak, Tina Hayati Dahlan saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan
bahwa anak jalanan yang meminta-minta bukanlah
sepenuhnya salah anak. Namun, banyak faktor yang membuat anak kecil seperti
itu. Menurutnya perilaku anak biasanya lahir dari lingkungan sekitar
terdekatnya dan mereka mengimitasi perilaku orang dewasa. “Maka, diperlukan
sosok panutan untuk dicontoh,” ujar Tina.
Tina
menambahkan, semua anak –anak tidak tahu salah atau benar, tidak tahu saat
mereka dieksploitasi oleh orang dewasa, yang mereka tahu adalah kesenangannya.
Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Pertama
apakah mereka hanya ingin bermain dengan teman-temannya. Kedua, pikiran anak
seusia mereka mungkin hanya memikirkan uang karena dampak dari yang mereka
ketahui. “ Misalnya orang tua yang menyuruh mereka mencari uang, lama-kelamaan
terbentuk dipikiran mereka hanya uang-uang dan uang,” tutur Tina.
Meskipun
begitu, tina menjelaskan anak-anak seusia mereka pasti mempunyai mimpi,
pemerintah dan masyarakat umum perlu membimbing mereka ke arah yang lebih baik
dengan membuka taman bermain gratis di beberapa titik di kota bandung. Dengan
bermain mereka bisa belajar dan meniti cita-citanya. Tina menganggap perlu
adanya sistem yang diperbaiki, yaitu kerjasama antar lembaga bukan hanya dinas
sosial, namun perlu dinas pendidikan. “Anak-anak jalanan kan milik negara, maka
sepatutnya diurus oleh negara, yang didukung oleh masyarakat umum”
Tulisan ini membawa saya pergi ke semarang, mengenal kehidupan memikirkan yang jauh, memahami yang dekat
Komentar
Posting Komentar