Bersandar di Persimpangan Pelajar Perjuang



Perlahan, kaca mobil Avanza terbuka. lelaki di dalam mobil tersebut melempar uang dan meleos pergi meninggalkan seorang bocah laki-laki di tepi jalan. Bocah yang mengenakan baju biru belel itu tak mengucap kata kasar, namun memberi gerak senyum yang ramah.  “Makasih, Pak,” teriaknya sambil memungut uang recehan yang terbaring di jalan.
Seorang bocah lain yang beralaskan sandal jepit merah menghampiri, Ia membawa kemoceng cokelat yang bulu-bulunya sedikit sudah rontok. “Ngasih sabaraha?” tanyanya sambil mengintip uang yang dikepalkan oleh bocah berbaju biru belel. Tanpa memedulikan pertanyaan kawannya, Ia memasukan uang ke dalam saku celana.
Lampu merah kembali menyala di tengah petang, dengan bergegas sejumlah bocah di Jalan Simpang Empat Pelajar Pejuang Bandung berlomba-lomba membidik mobil-mobil mewah. Dua yang mereka harap: keramahan dan uang. Namun, Jari-jari tuan dan nyonya di dalam mobil segera memberhentikan aktifitas mereka. Tanda tak memberi izin mobilnya disentuh sapuan kemoceng.    
***


Itu bukan kali pertama, Ia diperlakukan seperti itu. Akmal, bocah umur sebelas tahun dengan perawakan gemuk dan berambut cokelat alami selalu mempunyai cerita yang berbeda-beda setiap harinya. “Malahan, saya pernah dimarahin, gara-gara bersihin mobil, terus mobilnya ada goresan, padahal mobilnya udah ada garis-garis sebelum saya kasih kemoceng” gerutu Akmal kepada Isolapos.
Akmal mempunyai alasan tersendiri mengapa dirinya nekat membersihkan mobil lalu meminta uang di jalan. Pada awalnya Akmal hanya iseng mengikuti teman-temannya main ke jalan. Karena keisengannya itu, Ia mendapatkan uang Rp. 90. 000. “Teh, lumayan uangnya bisa buat jajan,” tutur Akmal.
Akmal kembali bercerita, setelah ibunya mengetahui penghasilan Akmal yang cukup besar, akhirnya Ia diperbolehkan untuk ngamen di jalan. “Udah saya di kelas empat, saya gak nerusin sekolah,” ujarnya. “Udah aja saya jadi cari uang, biar cepet kaya Teh,” katanya.
Sama halnya dengan Akmal, Amat adik kandung Akmal yang berusia delapan tahun pun ikut jejak kakaknya membersihkan mobil pengemudi. Jika hujan datang bukan kemoceng yang mereka keluarkan. Namun, kain lap Kanebo. Jika cuaca cerah kemocenglah yang mereka pakai. “Lap Kanebo, biasanya suka dipinjemin sama ibu-ibu kios,” ucap Amat sambil menunjukan kios yang berada dipinggir perapatan arah Jalan Buah Batu.
Menurut Amat, yang terpenting untuk hidupnya sekarang adalah mencari uang dan cepat kaya. Ia tak memedulikan apapun tak terkecuali kesehatanya. Jika hujan turun Ia nekad hujan-hujanan bersama teman-temannya di jalan itu. “Mending ujan-ujanan sekalian, tapi kalo lagi gak mau, langsung neduh aja di tempat lain,” kata Amat sambil memain-mainkan bajunya yang kebesaran. 
Peristiwa itu tak pernah menjadi persoalan bagi Akmal. Meski dengan bermodalkan kemoceng, Ia tak pernah berhenti untuk bermimpi. Setiap hari Ia bersama adiknya selalu bergegas berjalan kaki dari rumahnya yang berada di belakang Bandung Super Mall tepatnya di Jalan Male’er hingga ke Jalan Pelajar Pejuang.  “Tiap hari harus cari uang biar kaya, terus bisa ngeberangkatin haji buat mamah,” ucap Akmal sambil mngelus-ngelus kemoceng cokelatnya. Ia tak peduli berapa banyak saingan anak jalanan yang mencari uang di Simpang Empat Pelajar Pejuang.” Rejeki mah udah ada yang ngatur, Teh” ujar Akmal.
Tak mengherankan jikan sesama anak jalanan bersaing untuk mendapatkan uang. Data yang diperoleh dari Dinas Sosial yang versi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Kota Bandung, jumlah anak jalan yang tersebar di tiap titik kota sebanyak 863. Data tersebut diambil pada Oktober 2012.
Menurut Ketua Seksi Pendidikan Remaja Sebaya Anak dan Remaja Dinas Sosial Kota Bandung, Dewi Indra, anak jalanan yang ditangani oleh dinas sosial akan diberikan pelatihan keterampilan praktik belajar kerja. “Misalnya pelatihan masak, otomotif motor, menjahit,” ujarnya sambil tersenyum.
Namun, hal yang disayangkan adalah kesulitan mengajak anak jalanan untuk mengikuti program pemerintah, karena mental anak-anak sudah berorientasi pada uang dengan cara meminta. “Jika mereka sudah mau mengikuti pelatihan saja, itu suatu keberhasilan,”
Menurut Psikolog Perkembangan Anak, Tina Hayati Dahlan saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan bahwa anak jalanan  yang meminta-minta bukanlah sepenuhnya salah anak. Namun, banyak faktor yang membuat anak kecil seperti itu. Menurutnya perilaku anak biasanya lahir dari lingkungan sekitar terdekatnya dan mereka mengimitasi perilaku orang dewasa. “Maka, diperlukan sosok panutan untuk dicontoh,” ujar Tina.
Tina menambahkan, semua anak –anak tidak tahu salah atau benar, tidak tahu saat mereka dieksploitasi oleh orang dewasa, yang mereka tahu adalah kesenangannya. Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan mereka turun ke jalan. Pertama apakah mereka hanya ingin bermain dengan teman-temannya. Kedua, pikiran anak seusia mereka mungkin hanya memikirkan uang karena dampak dari yang mereka ketahui. “ Misalnya orang tua yang menyuruh mereka mencari uang, lama-kelamaan terbentuk dipikiran mereka hanya uang-uang dan uang,” tutur Tina.
Meskipun begitu, tina menjelaskan anak-anak seusia mereka pasti mempunyai mimpi, pemerintah dan masyarakat umum perlu membimbing mereka ke arah yang lebih baik dengan membuka taman bermain gratis di beberapa titik di kota bandung. Dengan bermain mereka bisa belajar dan meniti cita-citanya. Tina menganggap perlu adanya sistem yang diperbaiki, yaitu kerjasama antar lembaga bukan hanya dinas sosial, namun perlu dinas pendidikan. “Anak-anak jalanan kan milik negara, maka sepatutnya diurus oleh negara, yang didukung oleh masyarakat umum”



Tulisan ini membawa saya pergi ke semarang, mengenal kehidupan memikirkan yang jauh, memahami yang dekat

Komentar

Postingan Populer